Opini  

Dua, Tiga, Atau Empat Paslon Di Pilpres 2024 ?

Avatar photo
Berita76.Com

OPINI
Oleh : Primus Dorimulu
(Wartawan Tinggal Di Jakarta)

Politics is the art of the possible,” kata Otto van Bismarck, pemimpin Prusia yang menyatukan Jerman. Politik adalah seni memilih yang terbaik dari dari berbagai kemungkinan. Dalam politik selalu ada lobi dan negosiasi dengan pihak lain yang menyebabkan penentuan pilihan bukan sesuatu yang mudah.

Beberapa jam jelang pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun nama wakil presiden bisa berubah. Itu pernah terjadi pada pendaftaran pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden untuk pilpres 2019. Pada hari terakhir pendaftaran paslon, 10 Agustus 2018, nama calon wapres, untuk mendampingi Jokowi, berubah hanya dalam hitungan jam.

Jumlah paslon dan pasangan presiden dan wakil presiden yang akan bertarung pada pemiiihan presiden 2024 masih berubah-ubah. Paslon bisa dua, tiga, atau empat. Semuanya tergantung pada seni bernegosiasi dan persuasi para ketua umum parpol dan tentu saja Presiden Jokowi yang hingga kini masih menonjol sebagai king maker. Jelang akhir jabatan, presiden RI ke-7 ini semakin dicintai rakyatnya seperti terlihat pada sambutan rakyat di setiap kunjungan Presiden Jokowi dan hasil survei lembaga survei independen.

Berbeda dengan Presiden SBY, Presiden Jokowi ingin memastikan penggantinya yang bisa menjamin dua hal. Pertama, calon yang mau dan mampu melanjutkan program penting yang sedang digulirkan dan belum selesai. Ia ingin sustainability, khususnya dalam pembangunan infrastruktur, hilirisasi dan industrialisasi, dan pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Penajem Paser Utara, Kaltim.

IKN baru tidak saja pemindahan ibukota, melainkan sebuah pendana paradigma baru pembangunan dan contoh sebuah kota modern. Indonesia bukan hanya Jawa. Pembangunan luar Jawa harus dipacu hinga secara dengan Jawa. Indonesia belum memiliki sebuah kota modern, ramah lingkungan, dan berbasis digital. IKN baru akan menjadi kota hijau dengan luas hutan di atas 80%. Nyaman untuk bekerja dan berlibur.

Baca Juga :  Jaksa Agung Harus Usut Jaksa Vinsensius Tampubolon Cs Dalam Proyek Instalasi Karantina Hewan Nagekeo

Kedua, Presiden ingin agar paslon yang bertarung di pilpres 2024 tidak meninggalkan residu perpecahan. Pilpres 2014 dan 2019 serta Pilkada Jakarta 2017 meninggalkan residu perpecahan. Masuknya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, paslon yang menjadi rivalnya di pilpres 2019, dalam Kabinet Indonesia Maju merupakan upaya mengurangi keterbelahan.

Dengan sikap ini, Presiden Jokowi tentu ingin agar semua paslon yang berlaga di pilpres 2024 memberikan rasa aman. Tidak ada paslon yang memainkan politik identitas. Tidak ada paslon yang berpotensi menimbulkan residu perpecahan. Jika itu terjadi untuk keempat kalinya, lukanya akan sulit disembuhkan dalam waktu lama. Sedang tahun 2025-2038 adalah periode krusial yang menentukan, apakah Indonesia mampu menjadi negara maju dengan PDB per kapita di atas US$ 12.000 atau terjebak menjadi middle income trap.

Stabilitas politik adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi. Lihatlah dua Korea yang sama DNA-nya. Tapi, Korsel sudah menjadi negara maju dengan GDP per kapita di atas US$ 34.000, sedang Korea Utara tetap menjadi negara miskin dengan pendapatan per kapita di bawah US$ 1.000. Lihatlah juga Afganistan dan Pakistan. Kondisi politik yang tidak stabil tidak saja menyulitkan pembangunan, melainkan bisa menghancurkan semua yang sudah dibangun.

Periode bonus demografi hanya sekali datang. Jika periode ini tidak dimanfaatkan dengan baik untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi, Indonesia tidak akan menjadi negara maju. Periode bonus demografi adalah periode di mana penduduk usia produk —15 hingga 64 tahun— di sebuah negara di atas 70% dari total penduduk. Sejak 2020, usia produktif Indonesia sudah 70,5%.

Untuk mencapai GDP per kapita di atas US$ 12.000, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dipacu agar melaju di atas 6% setahun. Pemimpin politik 2024-2029 sangat menentukan stabilitas politik dan kemajuan ekonomi Indonesia.

Baca Juga :  Pencairan Dana Koni Ende, Kajian Hukum Administrasi Dan Tindak Pidana Korupsi

Wajar saja jika Presiden Jokowi mempunyai keinginan untuk menggapai Indonesia yang lebih baik dengan berusaha ikut menentukan siapa penggantinya kelak. Tapi, penentunya adalah ketua umum parpol. Merekalah yang memiliki kewenangan menurut UU.

Pengaruh Presiden Jokowi untuk ikut menentukan paslon presiden dan wapres yang kelak bertarung di pilpres sangat tergantung pada approaval rating. Sejumlah lembaga survei independen menampilkan hasil yang mencengangkan. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi di atas 75%, bahkan di atas 80%.

Tidak ada satu presiden di dunia di periode kedua yang meraih approval rating setinggi Presiden Jokowi. Umumnya periode kedua presiden adalah periode “bebek layu” atay lame duck. Rakyat sudah tak lagi mempedulikan sang presiden. Para menteri pun sudah balik badan, baik untuk ikut bertarung sebagai capres atau cawapres maupun untuk mencari “pegangan” agar kembali menjadi menteri di periode berikut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *