Ende, Redaksi 76. Com – DPRD secara Kelembagaan tidak bisa menggunakan hak konstitusional baik itu hak angket dan interplasi terhadap Bupati Ende, Yosef Benediktus Badeoda dan Wakil Bupati Dominikus Minggu Mere atas kebijakan efisiensi anggaran dan rencana peninjaun kembali anggaran untuk Pokok-pokok pikiran (Pokir) serta penyesuaian besaran gaji anggota DPRD akibat kondisi keuangan daerah yang memburuk karena dimasa kepemimpinan Pj. Bupati Agustinus G..Ngasu gagal menaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesuai target.
Kepemimpinan Bupati Badeoda dan wabup Domi Mere saat ini ibarat peribahasa, “Pipit Yang Makan Padi, Merbah Terbawah Rendong” artinya Orang Lain yang membuat Kesalahan dan Mendapat Kesenangan, Orang lain Yang Harus Menanggung Kesusahan.
Pemkab Ende dibawah kepemimpinan Bupati Yosef Badeoda saat ini harus memikul utang sebesar Rp 49 miliar kepada pihak ketiga (kontraktor) yang telah selesai melaksanakan pekerjaan fisik (proyek) dibeberapa instansi warisan pemerintahan Pj. Bupati Agustinus G. Ngasu.
Hal tersebut di tegaskan Bartolomeus Betu Rati, Ketua Aliansi Gerakan Ende Baru kabupaten Ende, melalui rilis yang dikirim ke media ini pada Jumad (18/4/2025).
“Penyataan ngawur, asbun dan abal-abal itu bahwa DPRD Ende bisa menggunakan hak konstitusionalnya, lebih baik banyak membaca literatur tentang Pokir dan hak konstitusional DPRD supaya tidak ngawur dalam berpendapat “tandasnya menyarankan.
Mantan aktivis PKMRI cabang Jogjakarta ini juga menyarankan kepada anggota DPRD Ende bersikap legowo mendukung kebijakan bupati Badeoda demi untuk kepentingan masyarakat.
Jika bertanding opini menantang kebijakan bupati yang pro rakyat maka hal itu justru mencederai marwah lembaga DPRD Ende itu sendiri.
Menurut Albert Rati, Bupati memiliki hak menolak pokok- pokok pikiran (Pokir) DPRD yang diatur dalam Undang-Undang jika Pokir itu tidak sesuai dengan RKPD dan RPJMD, dan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap penetapan Pokir adalah Ketua DPRD Ende dan Badan Anggaran (Banggar ) karena mereka ini memiliki peran dalam penyusunan Pokir dan penyusunan anggaran DPRD Ende.
Pokir pada dasarnya adalah suatu produk atau usulan yang diperoleh dari hasil reses anggota DPRD yang selanjutnya menghasilkan sejumlah usulan dalam bentuk program yang dijaring dari masing-masing konstituen dari Dapil masing-masing.
Dalam PP No.1 tahun 2011 dan PP No.25 tahun 2004 kata Albert, menerangkan bahwa anggota dewan wajib menyerap, menghimpun, menampung, menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang kemudian berdasarkan keberadaan Pasal 55 huruf (a) PP No. 16 tahun 2010 yang mengatur salah satu tugas Banggar DPRD yaitu memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran (Pokir) kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD ) paling lambat 5 (lima) bulan sebelum APBD ditetapkan.
Artinya kata Albert, seorang anggota Dewan harus memahami bahwa penyampaian Pokir adalah tugas Banggar dari hasil reses yang kemudian dikemas dalam bentuk program yang diberi labelisasi dengan
istilah Pokir.
Kedua,disampaikan kepada kepala daerah atau bupati yang kemudian dalam pelaksanannya kepala daerah diwakili oleh TPAD, namun jika mengacu pada makna pasal tersebut,maka penyampaian Pokir disampaikan langsung
kepada bupati selaku kepala daerah karena tidak ada ketentuan yang berbunyi pemerintah atau kepala daerah yang mewakilinya.
Pokir itu lanjut Albert, sebatas saran dan pendapat sehingga dalam konteks hukum, saran dan pendapat tidak bersifat mengikat atau suatu keharusan untuk dilaksanakan oleh bupati selaku kepala daerah dan tidak mempunyai dampak hukum jika usulan Pokir tersebut ditolak dengan alasan tidak melalui mekanisme atau sudah masuk dalam program kerja prioritas eksekutif.
“Sehingga keputusan menerima atau menolak usulan Pokir tersebut menjadi haknya Bupati, apalagi jika kita merujuk pada ketentuan PP No.12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib (Tatib) DPRD Pasal 54 yang menegaskan bahwa Banggar DPRD mempunyai tugas memberikan saran dan pendapat berupa Pokir kepada kepala daerah dalam mempersiapkan RAPBD paling lambat 5 bulan sebelum ditetapkan APBD” tandasnya.
Abert sendiri mengakui bahwa setiap warga diberi ruang oleh negara untuk memberikan pandangan namun seyogianya harus memiliki korelasi tentang peran dan fungsi antar lembaga yaitu Legislatif dan eksekutif dengan kajian dan analisis yang cerdas sehingga tidak dibilang dungu.
Dari mana DPRD menggunakan hak konstitusi hanya karena bupati Ende, Yosep Badeoda melakukan efisiensi anggaran sesuai arahan pemerintah pusat dan melakukan auidit kinerja dan keuangan disemua intansi termasuk di sekrtariat dewan (Sekwan) dari KKN agar tercipta pemerintahan yang bebas korupsi dan nepotisme.
CATATAN REDAKSI :Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami,sebagaimana diatur dalam pasal (1) ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirim melalui email : berita76gmail.com atau ke no kontak : +62 813 3982 5669 / +62 812 3646 2309.