Kupang, Redaksi 76.com,- Segelintir masyarakat kabupaten Ende saat ini mengapresiasi sikap politik Dewan Pengurus Cabang (DPC) PDI Perjuangan yang mengalihkan dana Pokir anggota fraksinya untuk kepentingan pengadaan lahan (TPA) sampah yang baru.
“Kita berharap pernyataan itu bukan hanya sekedar janji tanpa ada realisasi alias PHP (Pemberi harapan palsu ) saja kepada bupati Yosef Badeoda maupun masyarakat kabupaten Ende” ungkap Agustinus Wolo, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang kepada media ini di Kupang pada Rabu (24/4/2025).
Mahasiswa FH Undana kelahiran Ende ini berharap, sikap politik DPC PDI Perjuangan ini bukan bagian dari pencitraan akibat kebijakan Bupati Yosef Badeoda menghapus dana Pokir DPRD Ende yang diduga telah terjadi pelanggaran mekanisme pengajuan dan bisa dikategorikan sebagai kejahatan anggaran.
Menurut Agustinus, jika DPC PDI Perjuangan kabupaten Ende memahami logika pertanggungjawaban APBD secara sederhana maka mestinya dari awal memiliki sikap menolak sebelum Bupati Yosef Badeoda menemukan sendiri indikasi kecurangan itu. Menyerap aspirasi kata Agustinus, sudah merupakan tugas mutlak anggota DPRD namun untuk bisa memasukan kegiatan secara spesifik kedalam dokumen anggaran, merupakan kekuasaan yang berbeda dan tidak bisa disematkan kepada lembaga legislatif.
Selaku kepala daerah, Bupati Yosef Badeoda setiap tahun harus bertanggungjawab atas seluruh pelaksanaan APBD melalui dokumen Pertanggungjawaban Penggunaan APBD, sehingga janggal rasanya jika Bupati juga harus dituntut mempertangungjawabakan kegiatan ataupun prosedsur yang bukan usulannya.
” Ini namanya jebakan “Batman” untuk bupati Yosef Badeoda apabila dikemudian hari ditemukan ada masalah terkait kegiatan yang diusulkan melalui Pokir tidak prosedural maka Bupati bisa ikut terseret “tandasnya.
Menurut Agustinus, Pokir fraksi PDIP yang rencananya dialihkan untuk TPA sampah baru harus sejalan dengan Rencana Kerja Pemrintah Daerah (RKPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sudah diinput satu minggu setelah Musrenbang dilakukan dan usulan pokir tersebut harus berasal dari daerah pemilihan masing- masing.
Dirinya mencontohkan si A misalnya anggota Dewan dapil 4 (empat) yang meliputi : kecamatan Ndona, Ndona Timur, kecamatan Wolojita, kecamatan Detusoko, Kelimutu, Wolowaru, kecamatan Ndori dan Lio Timur tetapi mengusulkan pokir berada diwilayah di Dapil 1 (satu) kota yang bukan dapilnya. “Nah, ini yang berbahaya” tandasnya mengingatkan.
Agustinus meminta bupati Ende, Yosef Badeoda harus hati-hati dalam mengeksekusi pokir dan jika perlu menolak seluruh pokir sebesar Rp 35 miliar. Jika 30 anggota DPRD Ende ngotot dengan dalil bahwa Pokir itu bukan anak haram dan diamanatkan dalam undang-undang maka bupati Yosef Badeoda kata Agustinus, harus menyodorkan surat pernyataan siap bertanggungjawab secara hukum jika ada masalah dikemudian hari kepada 30 anggota DPRD Ende.
“Saya yakin 30 anggota DPRD Ende tidak berani menandatanganinya, “tandasnya sambil tertawa lepas.
Pokir kata Agustinus, merupakan program pemerintah bukan hak pribadi anggota DPRD, untuk itu dirinya meminta aparat penegak hukum (APH) untuk mengawasi seluruh prosedur pokir antara lain harus jelas proposalnya, jelas pengajuannya, mekanisme pembahasan anggaran apakah sudah sesuai ketentuan atau belum. Hal ini penting agar tidak terjadi tindak pidana korupsi dan tidak ada saling sandera antara eksekutif dan legislatif.
Dirinya menyayangkan ada pengalokasian pokir untuk 13 anggota dewan yang belum dilantik dan tidak melakukan reses padahal dari sisi regulasi kegiatan reses atau menyerap aspirasi adalah kegiatan wajib anggota dewan. Bagi anggota DPRD yang tidak melaksanakan kegiatan reses maka anggota tersebut tidak memiliki aspirasi dari masyarakat yang diwakilinya karena tidak melaksanakan kewajibannya sebagai anggota dewan.
Reses DPRD itu sendiri dilaksanakan 3(tiga) kali dalam setahun yaitu bulan April, Agustus dan bulan Desember sementara frekwensi pembahasan APBD (murni) dan APBD Perubahan yaitu selambatnya bulan Desember untuk APBD (murni) dan bulan September tahun berjalan untuk APBD Perubahan, sedangkan ketentuan penyampaian pokir DPRD selambatnya 5 (lima) bulan sebelum penetapan APBD. Nah tugas APH kata Agustinus menelusuri apakah ketentuan ini sudah berlaku atau tidak, jangan sampai usulan berupa pokir masuk injry time menjelang penetapannya.
CATATAN REDAKSI :Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami,sebagaimana diatur dalam pasal (1) ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirim melalui email : berita76gmail.com atau ke no kontak : +62 813 3982 5669 / +62 812 3646 2309.