Opini  

Pentingkah, Saya Harus Berdebat Dengan Gubernur Victor?

Avatar photo
Berita76.Com

Oleh Drs. Antonius Tonggo, MSi

Setelah melalui kontroversial atas kebijakan “Sekolah Jam 05.00 WITA”, kini Gubernur Victor Laiskodat (Victor) mengundang publik untuk tampil berdebat terbuka soal kebijakan itu.

Beberapa teman mendorong saya untuk maju sebagai salah satu kandidat debat dengan Gubernur Victor.

Apakah saya harus maju berdebat dengan beliau?

Masa Jabatan Hingga Sistimatika Kebijakan, saya menolak untuk tampil. Alasannya begini!

1. Gubernur Victor akan habis masa jabatannya sebagai Gubernur NTT pada September 2023 ini. Tinggal 6 bulan lagi beliau diganti, sehingga kemungkinan besar kebijakan itu pun dicabut. Ini berarti perdebatan itu menjadi sia-sia.

Sisa waktu hingga gubernur baru terpilih pada 2024, sama dengan Anies Baswedan di DKI, Presiden Jokowi akan mengangkat Gubernur Plt. untuk NTT. Akan sama dengan DKI (Plt. Gubernur Heru menghentikan banyak kebijakan Anies Baswedan), Gubernur Plt. NTT pun akan mencabut beberapa kebijakan Bung Victor yang dianggap tidak layak. Kecil kemungkinan Jokowi akan memperpanjang masa jabatan Bung Victor, karena hubungan NasDem (partai naungan Bung Victor) dengan Jokowi sedang memburuk.

2. Gubernur Victor begitu munculkan idenya “Sekolah Jam 05.00”, satu-dua hari kemudian langsung mengimplementasikan. Berarti ketika perdebatan itu berlangsung, kebijakan itu sudah berjalan di lapangan. Lalu, untuk apa lagi ada perdebatan?

Esensi perdebatan sebuah kebijakan publik adalah ketika sebuah kebijakan masih dalam tahapan formulasi (pembuatan), agar memperkaya khasanah wawasan untuk memutuskan dengan tepat. Ketika, kini, kebijakan itu sudah dalam tataran implementasi, maka isi perdebatan itu sudah bukan lagi berbicara pada level “layak-tidaknya” kebijakan itu, tapi soal evaluasi proses (apa hasilnya, apa yang mesti diperbaiki untuk menambah bobot efektivitas dan efisiensi).

Baca Juga :  Kajari Fatony Hatam, Minim Prestasi di Nian Tana Sikka

Lalu bagian yang manakah manfaat perdebatan itu?

Jika sebuah kebijakan sudah dalam tahapan implementasi baru kita harus berdebat soal salah-benarnya sebuah kebijakan, apalagi berhadapan dengan sang pembuat kebijakan itu, maka yang ada bukanlah kekuatan analisis untuk menilai kebijakan itu secara obyektif-rasional, tapi sebuah semangat dalam merasionalisasikan kebijakan itu. Mencari pembenaran atas kebijakan itu.

Yang namanya sebuah kebijakan yang masih dalam formulasi dan implementasi, tidak akan ada sang pembuat kebijakan yang mengalah dalam perdebatan. Bung Victor akan berapi-api mencari pembenaran dirinya.

Contoh, sejak awal kampanye Pilkada NTT tahun 2018, adakah keraguan dalam diri Victor terhadap kebijakan “Kirim 2000 Pelajar NTT Studi ke Berbagai Negara Maju”, Tanam Jagung Panen Sapi, Patahkan Kaki Para Pengirim TKI Ilegal, Budidaya Ikan Kerapu, Transportasi Terbaik Pesawat dan Kapal Khusus Buat Para Medis ke Berbagai Pelosok NTT Untuk Mengobati Pasien, Budidaya Kelor, dll.? Tidak, kan? Bung Victor kan selalu yakin bahwa semua rencana dia itu TOP dan NTT Jaya akan segera diraih. Begitu sekarang tidak ada yang sukses, beliau tak perlu minta maaf ke masyarakat NTT, tapi langsung diam-diam saja seolah “pura-pura lupa”.

Dengan mental semacam ini, berdebat dengan beliau menjadi tidak berguna. Sebagus apa pun pemikiran saya dan para pendebat yang lain, Bung Victor akan menutup diri dengan prinsip “Pokoknya Jam 05.00 Sudah Paling TOP”. Seburuk apa pun pemikiran Bung Victor, beliau akan berjuang mencari-cari pembenaran dirinya.

Melihat fenomena ini, saya berpendapat: “Biarlah Bung Victor akan dihakimi oleh sang waktu!” Jika program itu tetap berjalan dengan kemauan baik untuk selalu mengevaluasi secara jujur, toh saatnya nanti Bung Victor akan diam-diam pura-pura melupakan “Sekolah Jam 05.00” seperti nasibnya “Kirim 2000 Pelajar Setiap Tahun Untuk Belajar Ke Luar Negeri”, “Tanam Jagung Panen Sapi”, dll.

Baca Juga :  Penunjukan  Ayodhia Kalake Sebagai PJ. Gubernur NTT, Bukti  Posisi  Tawar  Propinsi NTT Sangat  Lemah

Jika mental berdebat demikian, maka perdebatan itu tidak ada manfaatnya. Mau sebagus apa pun pemikiran saya, toh tidak akan pengaruhnya terhadap sikap Bung Victor yang sudah prinsip “pokoknya-pokoknya”. Akhirnya perdebatan itu cuma sebagai hiburan rakyat semata yang akan menambah rasa muak masyarakat terhadap kaum elit. Hahaha…

Makanya, saya mengajak sahabat saya Dr. Ing. Ignasius Irianto Djou Gadi Ga’a di Jakarta, untuk tidak perlu meladeni ajakan berdebat dari Bung Victor. Tapi kalau Yanto mau melayani perdebatan dengan Bung Victor, ya selamat berdebatlah…!

Saya Menantang Bung Victor: Metode Debat

JIKA Bung Victor benar-benar serius untuk berdebat, maka kita sepakati dulu bahwa debat itu haruslah berguna dalam tataran sempit maupun luas. Tataran sempitnya adalah debat itu harus punya posisi manfaat yang jelas buat kebijakan “Sekolah Jam 05.00”. Artinya posisi kebijakan itu bukan sebagai “taken for granted” (mutlak benar dan haram untuk dicabut kembali), tapi statusnya sebagai sesuatu yang flexibel netral: bisa dicabut lagi atau diteruskan.

Jika posisinya sebagai “taken for granted”, maka perdebatan itu tak perlu ada karena dia tidak berguna bagi status kebijakan “Sekolah Jam 05.00”.

Jika Bung Victor ingin berdebat yang berguna, maka hasil debat itu bisa saja ada kemungkinan untuk membatalkan kembali “Sekolah Jam 05.00”. Jika hasilnya tidak dapat membatalkan kebijakan itu, maka itu artinya ajak berdebat tidak diikuti dengan niat baik. Niatnya cuma untuk “show” belaka.

Uraian mekanisme debatnya jadi begini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *