Oleh:
Ferdinand Dole
redaksi76.com. || Opini – Menjelang pemilihan kepala daerah, praktik pemberian bantuan oleh Paslon atau Tim Sukses (Timses), menjadi isu yang kontroversial.
Opini ini mencoba untuk mengupas hakikat bantuan tersebut, mempertanyakan apakah bantuan tersebut merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk kepentingan umum atau upaya terselubung untuk melakukan ‘politik uang’, yang bertujuan untuk mengamankan suara, bukan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Bantuan Untuk Kepentingan Umum (BUKU), pemberian bantuan oleh kandidat dalam kanca politik dapat dianggap sebagai tindakan yang baik hati jika ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat.
Program yang berfokus pada pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan sering kali diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara.
Jika inisiatif ini dijalankan dengan transparansi dan visi jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat, inisiatif ini memang dapat dianggap sebagai kontribusi untuk kepentingan publik.
Menjelang pemilihan umum, berbagai program bantuan sosial, seperti pembagian sembako, bantuan keuangan, bantuan material atau menyasar ke proyek infrastruktur kerap kali dilakukan oleh para calon.
Para calon berargumen bahwa tindakan ini adalah bentuk tanggung jawab mereka untuk membantu masyarakat dan menciptakan kesejahteraan.
Namun, perlu dipertanyakan: mengapa bantuan ini baru semakin gencar dilakukan justru saat yang bersangkutan menjadi kontestan dalam pilkada?
Mengapa bantuan ini kok sepertinya terprogram untuk tersalurkan di tahun politik atau menjelang Pilkada? Mengapa tidak terjadi di tahun-tahun sebelum itu?
Apakah di tahun pertama sampai tahun ketiga setelah Pilkada sebelumnya tidak ada kebutuhan masyarakat yang perlu dibantu?
Seharusnya, kebutuhan masyarakat akan bantuan, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, atau kesehatan, ‘ADA’ sudah jauh sebelum pelaksanaan Pilkada.
Kenyataannya, banyak masyarakat yang masih hidup dalam kondisi kesulitan dan membutuhkan dukungan yang berkelanjutan.
Namun, sayangnya, perhatian yang diharapkan dari para calon baru justru datang ketika menjelang pemilu. Hal ini menimbulkan kesan bahwa bantuan tersebut bukanlah murni untuk kepentingan masyarakat, melainkan lebih kepada strategi untuk meraih suara.
Praktik pemberian bantuan menjelang Pilkada sering kali terlihat sebagai manisnya janji politik, namun saat ditelaah lebih dalam, hal ini merupakan bagian dari money politik.
Politik uang adalah segala praktik dan upaya yang dilakukan oleh kandidat untuk mempengaruhi pilihan pemilih melalui pemberian sumbangan, baik berupa uang, barang, maupun jasa,
(Rahayu, S. 2020. “Politik Uang dalam Pemilihan Umum: Tinjauan Teoritis dan Praktis.” Jurnal Ilmu Politik, 12(1), 45-60). Tindakan ini sangat berbahaya bagi kesehatan demokrasi karena dapat menjadikan pemilih sebagai komoditas yang dapat dibeli, alih-alih menciptakan pilihan berdasarkan visi dan misi yang jelas.
Pemberian bantuan menjelang Pilkada yang diklaim oleh pemberi dengan tujuan untuk kepentingan umum perlu dipandang dengan skeptis.
Meskipun masyarakat pasti membutuhkan bantuan dan dukungan, kenyataannya adalah bahwa tindakan ini sering kali tidak tulus dan memiliki tujuan tersembunyi untuk meraup suara.
Praktik ini, yang merupakan bagian dari politik uang, telah merusak akar demokrasi dan cenderung melahirkan pemimpin yang tidak fokus pada kepentingan rakyat jangka panjang.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih. Kesadaran akan dampak negatif politik uang harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pilihan dalam demokrasi bukanlah hasil dari transaksional sesaat, melainkan didasarkan pada visi, misi, dan integritas calon pemimpin yang sejati.
Pemberian bantuan untuk kepentingan umum, harus didasari atas ketukusan. Namun, batas antara bantuan yang tulus dan strategi politik menjadi kabur ketika tindakan bantuan ini secara strategis disesuaikan dengan agenda politik.
Masyarakat harusnya bertanya apakah niat di balik bantuan tersebut benar-benar altruistik (suatu sikap atau naluri dimana seseorang memperhatikan dan mengutamakan kepentingan dan kebaikan orang lain di atas kepentingan dirinya) atau apakah itu hanya kedok untuk proses ‘pembodohan’ yang lebih berbahaya – sebuah istilah yang menyiratkan kebodohan atau manipulasi wacana publik melalui sarana keuangan.
Bantuan karena Dimintai Masyarakat
Praktik pemberian bantuan oleh paslon (pasangan calon) atau tim sukses kepada masyarakat menjelang Pilkada sudah lumrah.
Alasan yang seringkali dikemukakan oleh pemberi bantuan adalah bahwa mereka memberikan bantuan karena dimintai oleh masyarakat.
Namun, apakah alasan ini tepat? Apakah pemberian bantuan oleh paslon atau tim sukses menjelang pilkada dapat dianggap sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat, ataukah ada motif lain di baliknya?
Tidak jarang masyarakat meminta bantuan dari tokoh politik, terutama di daerah yang minim dukungan pemerintah. Dalam kasus seperti itu, penyaluran bantuan oleh calon atau Tim Sukses dapat diartikan sebagai respons terhadap kebutuhan yang disuarakan oleh masyarakat.
Bentuk bantuan ini sering kali dilihat sebagai jawaban langsung atas permintaan bantuan masyarakat dan dapat dilihat sebagai bentuk keterlibatan positif antara pemilih dan calon pemimpin mereka.
Namun, waktu pelaksanaan tindakan-tindakan baik hati ini menjadi mencurigakan karena tindakan-tindakan tersebut terjadi terutama selama musim pemilihan.
Para kritikus berpendapat bahwa ini bisa jadi taktik untuk mengeksploitasi kerentanan masyarakat, menciptakan lingkaran “ketergantungan – ketergantungan pada bantuan”‘ yang mengikat pemilih kepada kandidat politik, sehingga merusak upaya untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dan sejahtera, (Suhardi, T. 2020.
“Politik Bantuan Sosial dalam Konteks Pemilihan Umum: Antara Kepentingan Politikal dan Kesejahteraan Sosial.” Jurnal Pembangunan Sosial, 14(1), 75-90).
Dalam beberapa kasus, pemberian bantuan oleh paslon atau tim sukses dapat dianggap sebagai bentuk kampanye terselubung.
Dengan memberikan bantuan, paslon atau tim sukses berharap dapat memenangkan hati masyarakat dan meningkatkan popularitas mereka.
Hal ini dapat dianggap sebagai bentuk manipulasi, karena masyarakat mungkin merasa terpaksa untuk memilih paslon yang memberikan bantuan, bukan karena mereka memiliki visi dan misi yang baik untuk daerah mereka.
Namun, ada juga kasus di mana pemberian bantuan oleh paslon atau tim sukses dapat dianggap sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat.
CATATAN REDAKSI :Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami,sebagaimana diatur dalam pasal (1) ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirim melalui email : berita76gmail.com atau ke no kontak : +62 813 3982 5669 / +62 812 3646 2309.