Pencairan Dana Koni Ende, Kajian Hukum Administrasi Dan Tindak Pidana Korupsi

Avatar photo
Berita76.Com

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya

Ratio legis dari adanya Undang Undang Administrasi Pemerintahan adalah untuk menjamin agar tata kelola pemerintahan mulai pusat sampai ke daerah mengedepankan peraturan perundangan undangan dan asas asas umum pemerintahan yang baik. Asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalagunakan wewenang, keterbukaan, kepentingan umum serta pelayanan yang baik.

Itu artinya, pelayanan pemerintahan melalui pejabat dan/ atau badan tata usaha negara tidak terjadi tindakan kesewenang wenangan dan penyalagunaan wewenang kepada masyarakat. Bola panas pencairan dana hibah Koni Ende senilai 2,1 miliar memantik perhatian jagat publik Kabupaten Pancasila ini. Peristiwa hukumnya sudah memasuki proses penyelidikan Polres Ende untuk mencari bukti permulaan yang cukup agar ditingkatkan ke penyidikan serta penetapan tersangka.

Dugaan penggunaan dana Koni Ende rasanya cukup serius sampai organisasi PMKRI Ende demo di Polres Ende agar dugaan korupsi ini jangan lenyap di Polres Ende dengan ungkapan yang basih “tidak ditemukan cukup bukti”.
Kajian hukum ini tidak bermaksud menggurui penyidik Polres Ende tetapi sebagai “rekan” penegak hukum rasanya tidak keliru memberikan sedikit catatan kritis di dalam membedah pencairan, penggunaan dan laporan pertangungjawaban dana Koni Ende ini.

1. Sistem Pembayaran Nontunai.

Pencairan dana (uang negara) di Pemkab Ende kepada siapa saja wajib hukum menggukan Peraturan Bupati Ende No. 14 tahun 2019 tentang Sistem Pembayaran Nontunai dalam Pengeluaran Daerah yang Bersumber dari Anggaran dan Belanja Daerah Kabupaten Ende. Ratio legis dari Perbup ini jelas menimbang bahwa menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900/1867/ SJ tanggal 17 April 2017 tentang Implementasi transaksi nontunai kaitan dengan instruksi presiden no. 10 tahun 2016 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bahwa pembayaran pengeluaran daerah secara tunai berpotensi menimbulkan penyalagunaan wewenang dan tindakan korupsi sehingga diperlukan sistem pembayaran pengeluaran daerah yang dapat mencegah penyalagunaan wewenang dan korupsi yang sesuai perkembangan tekonologi dan informasi. Dalam rangka kepastian hukum dengan sistem pembayaran nontunai agar pengeluaran uang daerah tepat jumlah, aman, efisien, transparan dan akuntabel. Mengingat Undang Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang Undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Artinya, semua pengeluaran keuangan daerah di Pemkab Ende kepada perorangan, kelompok orang, organisasi atau badan hukum privat wajib (imperatif) dengan nontunai bukan tunai.

Baca Juga :  Pernyataan Yani Kota Cs Bukan Muncul Dari Pinggir Jalan, Syaiful; Tim Transisi Jangan Ngawur Menilai

Ketua Umum Koni Ende, sebagai Bupati yang memiliki otoritas tertinggi dalam pengelolaan uang di Pemkab Ende, Ferri Tasso, sebagai Ketua Harian Koni Ketua DPRD Ende, Ketua ASKAB Sabri Indradewa & Bendahara Koni Yulius Cesar Nonga yang selama ini sebagai anggota DPRD Ende pasti memahami akibat hukum dari pembayaran sebagian dana Koni kepada pihak pihak yang menerima dana dengan non tunai agar tepat jumlah, aman, efisien transparan serta akuntabel. Dan sebaliknya sangat mengetahui akibat hukum ternyata pembayaran dengan tunai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *