Ende, (Berita.76.com),–
Asal bunyi (Asbun, red,-) dan konyol pernyataan serta kajian hukum dari seorang Marianus Gaharpung, oknum dosen Fakultas Hukum di salah satu universitas swasta di Surabaya yang juga Lawyer, terkait proses penyelidikan dugaan dana hibah KONI Ende tahun anggaran 2022 sebesar Rp 2,1 Miliar tentang hasil audit reguler oleh Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) Perwakilan NTT.
Selain konyol dan Asbun, Marianus juga diminta untuk tidak menjadi “phalawan kesiangan” terkait dugaan korupsi dana hibah KONI Ende sebesar Rp 2,1 milyar yang diduga melibatkan FT sebagai ketua harian KONI,SI ketua ASKAB ,YCN selaku bendahara KONI jika tidak memahami substansi atau tahapan audit yang dilakukan oleh BPK guna mengetahui kerugian negara.
Hal tersebut diungkapan Samsul Arifin, salah satu anggota Himpunan Aktivis Anti Korupsi Diaspora Jakarta melalui rilis yang diterima tim media ini melalui pesan WhatssApp pada Selasa (19/3/2024.)
Arifin, menilai apa yang disampaikan seorang Marianus Gaharpung melalui salah satu media pada edisi Jumat (1/3/2024) bahwa Penggunaan Dana KONI menjadi tanggungjawab bersama KONI, Dispora dan Cabor dan semua pengeluaran oleh Cabang Olaraga (Cabor, red,-) sudah dilakukan legal audit (Pemeriksaan hukum, red,-) oleh BPK Propinsi NTT yang secara konstitusional dan satu satunya yang memiliki kewenangan menghitung adanya kerugian negara dan telah ditemukan kerugian sebesar Rp 19. 429.000, 00,- Meski demikian, temuan kerugian atas dugaan korupsi dana hibah KONI kabupaten Ende itu sudah dikembalikan ke kas negara. Atas dasar pengembalian kerugian itu, Marianus pun mempertanyakan dasar hukum mana yang dipakai penyidik Polres Ende untuk diproses. Polres Ende kata Marianus dipaksakan untuk memproses hukum terhadap FT cs dengan penetapan tersangka.
Kajian hukum seorang Marianus ini adalah sebuah kajian yang hanya asal bunyi (asbun, red,-) dan tidak mencerdaskan dan hanya memojohkan juga memperlemah niat baik penyidik Polres Ende dalam mengungkap faktanya.
Selain asbun, pernyataan Marianus Gaharpung tersebut lanjut dia, juga diduga menyesatkan dan hanya untuk mengaburkan perbuatan melawan hukum para terduga pelaku terutama ada kabar burung bahwa diduga juga ada kepentingan seorang Marianus dengan salah satu petinggi KONI Ende yang diduga masih memilki hubungan famili dengan dirinya.
Kajian hukum seorang Marianus Gaharpung itu kata dia, adalah sebuah kajian hukum “titipan” karena telah mengabaikan pokok perkara dan mekanisme pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI.
“Saya pikir pak Marianus ini ibarat seorang pelawak tapi sayangnya lawakannya kali ini tidak membuat publik tertawa karena isi lawakannya sangat memalukan. Kajian hukumnya bertolak belakang dengan penjelasan dari pihak Polres Ende yang menegaskan bahwa akan melakukan pemeriksaan kembali pengurus sesuai arahan BPK dan audit investigasi ” tandasnya.
Menurut dia, seluruh warga negara diberi ruang oleh negara dan konstitusi untuk memberikan pendapat, namun sangat disayangkan jika pendapat itu berasal dari seorang akademisi yang tidak mencerdaskan.
Dalam rilisnya Arifin menegaskan, pendapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK red,-) RI tentang Laporan Pengelolahan Keuangan daerah itu sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu Pertama, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), kedua, Wajar Dengan Catatan/Pengecualian dan yang ketiga, Tidak Berpendapat.
Untuk kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Ende yang diduga melibatkan FT, SI, YCN dan dua oknum pejabat eksekutif Pemerintah Kabupaten Ende, Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan anggarannya kata Arifin memang telah diaudit oleh BPK Propinsi NTT adalah salah satu entitasi pelaporan yang mana telah ditemukan penggunaan uangnya tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 19.429.000,- itu telah dikembalikan.
Namun karena ada kenjanggalan dalam audit reguler yang dilakukan oleh BPK Propinsi NTT maka hal inilah menjadi pintu masuk bagi penyidik Polres Ende dan BPK RI untuk melakukan audit invetigasi karena pada audit invetigasi ini beda fokus pada lokus /obyek yang mau diaudit.
Kerja-kerja audit investigasi ini kata Arifin, adalah proses mencari, menemukan bukti secara sisitimatis yang bertujuan mengungkapkan terjadi atau tidaknya perbuatan para petinggi KONI Ende yaitu FT, SI dan YCN guna dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
“Misalnya, pengadaan kostum olaraga, jasa katering apakah sudah melalui mekanisme pelelangan atau tidak dan termasuk PPN/PPH, jika tidak maka hal ini menjadi bagian dari kerugian negara, kemudian mekanisme pengusulan anggaran, dugaan penggunaan anggaran sebelum penetapan APBD, legalitas kepengurusan, honor para pelatih kiper, alokasi anggaran ke masing-masing Cabor apakah sudah sesuai mekanisme atau tidak dengan sistim pembayaran non tunai apakah dibenarkan atau tidak oleh aturan perundang-undangan, selain itu diduga terjadi mark up atau tidak dalam pembayaran tersebut, dan lain-lain itu yang saat ini sudah masuk pada tahap audit investigasi oleh BPK RI ” paparnya.
Dirinya menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar sama-sama memberikan dukungan kepada Kepolisian Resor Ende untuk melakukan penyelidikan karena kasus dugaan korupsi KONI ini tidak ada kaitanya dengan kepentingan politik tetapi murni perbuatan melawan hukumnya.
“Kasus ini terkuak sejak akhir tahun 2022 saat AKBP Andre Librian menjabat Kapolres, lalu dimana nuansa politiknya, jangalah kita berasumsi karena ini menjelang tahun politik jadi semuanya nuansa politik, cara dan pandangan ini hanya untuk memperlemah proses penyelidikan, padahal kasus ini terkuak jauh hari sebelum proses politik berjalan dan merupakan peninggalan mantan Kapolres AKBP Andre Librian” paparnya.
CATATAN REDAKSI :Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami,sebagaimana diatur dalam pasal (1) ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirim melalui email : berita76gmail.com atau ke no kontak : +62 813 3982 5669 / +62 812 3646 2309.