Oleh : Marianus Gaharpung, SH
Dugaan korupsi dana KONI Ende senilai Rp. 2,1 miliar terus memantik perhatian warga Kota Pancasila. Dengan pertanyaan menggelitik,apakah Bupati Ende turut bertanggungjawab.
Alat ukur membedah dugaan korupsi dana KONI Ende ini adalah peraturan perundang undangan dan asas asas umum pemerintahan yang baik.
Pertanyaannya, dasar aturan apa yang digunakan Bupati serta pengurus Koni Ende dalam pencairan uang negara untuk kegiatan olaraga di KONI ?
Pencairan uang daerah/negara di Pemkab Ende kepada siapa saja wajib hukum menggunakan Peraturan Bupati Ende No. 14 tahun 2019 tentang Sistem Pembayaran Non Tunai dalam Pengeluaran Daerah yang Bersumber dari APBD Ende.
Itu artinya, penyidik Polres Ende harus membedah kasus ini berpedoman dari mekanisme pencairan dana agar dapat mencegah penyalagunaan uang negara oleh oknum oknum pengurus KONI Ende.
Tujuannya agar pencairan dana sebesar Rp 2.1 miliar tersebut wajib memperhatikan aspek transparansi demi tidak terjadi tindakan melawan hukum Pasal (2 )dan penyalagunaan wewenang Pasal (3) Undang -Undang Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor).
Semua dana yang diberikan betul- betul sesuai proposal kegiatan olaraga yang telah diselenggarakan. Aspek akuntabilitas, dalam hal ini semua dana yang digunakan serta pelaporan pemanfaatan dana tersebut sudah benar dengan tanda bukti kwitansi penggunaannya. Sehingga Polres Ende dalam membedah peristiwa hukum ini bermula dari aspek prosedur (peraturannya), pelaksanaan (kegiatannya) serta pertanggungjawaban dana Rp 2.1 miliar tersebut.
Warga Ende terus penasaran dengan kasus yang sedang buming di Kota Pancasila, dengan satu pertanyaan mendasar apakan Bupati Ende Djaffar Ahmad dapat dimintai pertanggungjawaban hukum sebagai pejabat yang mempunyai otoritas tertinggi dalam penggunaan dana di Pemkab Ende? Karena sekecil apapun dana yang keluar dari APBD Ende wajib hukumnya mendapat disposisi dari orang nomor satu di Kabupaten ini. Dan, disposisi dinas atau nota dinas dalam kajian hukum administrasi (negara) berimplikasi pada tanggunggugat dan tanggungjawab hukum dari pejabat yang memberikan disposisi jika timbul adanya kerugian negara.
Polres Ende punya nyali atau tidak membedah kasus ini dari hulu sampai ke hilir? Karena realita yang selalu saja terjadi penyelidikan penyidikan dan penetapan tersangka kasus tindak pidana korupsi biasanya pejabat pelaksana atau pejabat penerima disposisi dari atasannya yang terus dijadikan tumbal tindak pidana korupsi sebaliknya pejabat pengambil kebijakan justru tidak pernah tersentuh aparat penegak hukum.
Memeriksa kepala daerah tidak perlu prosedur meminta ijin Gubernur atau Mendagri dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi.
Institusi Polri terus menuai kritikan publik tanah air pasalnya banyak aspek dugaan pelanggaran hukum. Misalnya, laporan masyarakat terkadang tidak dilidik dan disidik serius, tebang pilih dalam membedah suatu kasus, dugaan menerima suap dan masih banyak lainnya.
CATATAN REDAKSI :Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami,sebagaimana diatur dalam pasal (1) ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirim melalui email : berita76gmail.com atau ke no kontak : +62 813 3982 5669 / +62 812 3646 2309.