Bharada E “Pahlawan” Kejujuran Di Tengah Tercabik- Cabik Kepercayaan Publik Terhadap Aparat Penegak Hukum

Avatar photo
Berita76.Com

Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya

Drama persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Y terjadi pada tanggal 8 Juli 2022 akan segera finish. Peristiwa berdarah yang sangat mencoreng nama institusi Polri sebagai lembaga penegak hukum terjadi di rumah Dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, ketika itu menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Drama pembunuhan sungguh memalukan, penuh rekayasa, manipulatif disutradarai terdakwa Fredy Sambo termasuk memakan banyak korban korps polisi menjadi pesakitan (diproses hukum) dan menerima pemecatan institusi Polri.

1. Jika Bharada E Tidak Jujur

Sungguh tidak bisa dibayangkan seandainya Bharada E tetap kukuh dengan skenario dari terdakwa Fredy Sambo bahwa peristiwa pembunuhan 8 Juli 2022 di Duren Tiga adalah baku tembak almahrum Y. Hutabarat dan Bharada Eliezer (E) akibat tindakan pelecehan seksual almahrum terhadap Putri Candrawati, maka karier (jabatan) Eliezer dan Richard dan oknum oknum pendukung terdakwa Fredy Sambo di korps Polri pasti moncer (bersinar). Tidak, justru Bharada E memilih sikap jujur berani keluar dari skenario busuk terdakwa Fredy Sambo yang barangkali akan menjadi “duri” dalam hati nurani sepanjang hidupnya. Bharada E jujur dihadapan Kapolri dan publik tanah air bahwa sejatinya almahrum Y bukan korban tragedi tembak menembak tetapi sengaja ditembak dengan sutradara adalah terdakwa Fredy Sambo.
Wujud prestasi moral kejujuran yang luar biasa Bharada E di tengah hati nurani publik tanah air tercabik – cabik terhadap potret buram penegakan hukum di tanah air. Bharada E potret “pahlawan” kejujuran sebab nilai kejujuran bagai mencari tumpukan jarum di jerami (sangat sukar untuk ditemukan, hampir sia-sia saja untuk dilakukan). Trend ketidak jujuran demi uang, jabatan, ketenaran sudah lumrah. Nilai moral beragama serta beribadah hanya ritual formal belaka implementasi nilai kejujuran, cinta kasih jauh dari harapan. Sangat terlihat dalam perilaku aparat penegak, nilai kejujuran, kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan (kegunaan) pemidanaan terhadap pelaku kejahatan bukan lagi yang dipegang teguh melainkan tawaran nilai ekonomis menggiurkan. Nilai moral penegakan hukum menjadi barang dagangan untuk mendapatkan uang, jabatan dan lain lain.

Baca Juga :  Mas Ganjar Moncer, PDIP Jangan Berseberangan Dengan Nurani Rakyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *