Daerah  

Si ‘Kutu Busuk’ Mbay Telah Didandani Bupati Don Bosco Do

Avatar photo
Berita76.Com
1669336078022
1669336078022
IMG-20221121-WA0002
IMG-20221121-WA0002
IMG-20221121-WA0009
IMG-20221121-WA0010
IMG-20221121-WA0004

Mbay, Berita 76.com
BAU BUSUK yang menyengat terasa menggerogoti penciuman saya. Area pasar tampak becek oleh lumpur setinggi mata kaki. Sampah tampak bertebaran diamana-mana.

Romol dan kumuh. Itulah kesan pertama yang ada dibenak saya ketika tiba di Pasar Danga, Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal tahun 2020 lalu. Pasar yang sebelumnya saya juluki sebagai Si ‘Kutu Busuk’ Mbay karena aroma bau busuk yang menyengat tercium di pasar yang terletak di tengah Kota Mbay, Ibukota Kabupaten Nagekeo.

Saat itu saya berusaha menahan nafas agar tidak kembung, bahkan nyaris muntah.
Namun kesan itu lenyap seketika, saat saya kembali menginjakkan kaki di Pasar Danga pada Kamis (17/11/20) malam.

Pasar yang dulu saya sebut sebagai ‘Si Kutu Busuk’ Mbay itu telah bersolek. Pasar Danga telah pugar alias didandani oleh Pemkab Nagekeo. Pasar ini telah berubah menjadi bersih dan tertata rapi. Jauh dari kesan romol dan kumuh.

 

Keadaan saat ini jauh berbeda dengan keadaan ketika saya pertama kali tiba di area itu pada Januari 2020 lalu. Saat itu, bau busuk yang berasal dari drainase yang berada di sekeliling pasar dan bau amis dari los pasar ikan. Air drainase tampak menghitam dan membuat saya hampir muntah ketika itu. Juga bau dari lumpur hitam di dalam area pasar.

Hampir tak ada jalan masuk ke tengah pasar ketika saya membeli sekantung buah Mangga Harum Manis yang sudah tak segar lagi. Karena tak puas, saya coba mengamati sekitar lapak dari tepi jalan lapen yang sudah rusak. Jalan sempit di tengah pasar itu tampak digenangi air di beberapa titik ketika itu.

Baca Juga :  Gelar Musda IV PPNI Kabupaten Ende, Dorong Peningkatan SDM Perawat

Saya berusaha mencari jalan untuk masuk ke tengah pasar, namun pandangan saya hanya mendapatkan lapak-lapak reot dan kumuh ditepi jalan di sebelah utara Pasar Danga itu. Lapak-lapak ini menghalangi akses masuk ke dalam pasar.

Bahkan pandangan mata saya pun tak dapat menembus keadaan dan situasi di tengah area pasar. Setelah berupaya mencari jalan masuk, saya melihat ada gang sempit di antara lapak-lapak reot itu.

Di gang itu tampak genangan lumpur hitam dan becek. Beberapa potongan papan bekas dan batu tampak dijadikan titian pijakan kaki orang yang melintas di gang itu. Melihat kondisi itu, saya mengurungkan niat saya untuk masuk ke dalam area pasar itu karena takut tergelincir di dalam lumpur hitam dan berbau itu.


Saya kembali menelusuri jalan lapen disisi utara itu. Sekitar 30 meter kemudian, saya melihat ada seorang Mama Tua yang sedang menjual Mangga Harum Manis yang masih segar. Keinginan saya untuk membeli Mangga Harum Manis yang masih segar pun terpenuhi. Mangga itu tampak ditumpuk di atas karung plastik putih yang sudah kumal.

Saya pun mencoba mendekati lapak itu dengan menyeberangi drainase yang berbau itu dengan bantuan sebatang balok yang sengaja dipasang para penjual untuk mempermudah akses para pembeli ke lapak mereka. Setelah memilih-milih sebentar, saya pun membeli lagi 2 kantong Mangga sekaligus.

Kemudian saya menenteng dua kantor plastik merah yang cukup berat itu ke minibus yang kami gunakan. Lalu saya dan seorang teman saya pun meluncur meninggalkan Pasar Danga.
Situasi ketika itu sengaja saya ceritakan kembali, karena situasi itu kembali berputar dalam ingatan saya ketika saya kembali tiba di Pasar Danga, Kamis (17/11/22). Saya sempat terperangah ketika melihat Si ‘Kutu Busuk’ Danga yang telah didandani oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo) dibawah kepemimpinan Bupati Don Bosco Do,  Si ‘Kutu Busuk’ itu telah bersolek menjadi pasar yang bersih dan tertata rapi.

Baca Juga :  Jika Jalan Saga - Sokoria Tidak Dikerjakan, Komisi II DPRD Ende Tegaskan PT.SGI Tidak Boleh Manfaatkan Ruas Jalan itu. 

Tak ada lagi bau busuk yang menyengat hidung. Tak ada lagi air drainase berwarna hitam pekat yang tergenang dan nyaris memenuhi drainase. Tak tampak lagi lapak-lapak reot yang dibuat dari kayu bekas, bambu, karung plastik, seng karat dan kardus-kardus.

Lumpur hitam di area pasar itu telah lenyap.
Walaupun telah malam, saya tetap masuk ke area pasar karena saya bisa melihat dengan jelas di dalam area pasar itu tak ada lagi lumpur dan genangan air. Lampu-lampu listrik dari lapak dan los pasar menyala terang benderang menyinari area pasar yang tampak lengang dan sepi malam itu.

Pada Sabtu (20/11/22) kemarin siang, Tim Wartawan kembali ke Pasar Danga untuk melihat aktivitas jual-beli di pasar yang terletak di tengah Kota Mbay tersebut. Ketika tiba di lokasi pasar sekitar Pukul 12.00 Wita, aktivitas pasar sudah hampir selesai. Para pengunjung/pembeli sudah berkurang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *