Pegiat Anti Korupsi Minta Kajari TTU Klarifikasi Dugaan Rekayasa OTT Ketua Araksi

Avatar photo
Berita76.Com

Jakarta, redaksi76.com,-– Pegiat Anti Korupsi, Christoforus Watu, yang juga Ketua AMMAN Flobamora mengungkapkan adanya dugaan rekayasa dalam penangkapan dengan modus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua Araksi NTT, AB di SoE, TTS oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) TTU, Robert Lambila dan tim Kejari TTU.Oleh karena itu, Kajari TTU diminta untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan rekayasa tersebut.

Demikian dikatakan Ketua AMMAN Flobamora, Christiforus Watu kepada Tim Media ini ketika dimintai komentarnya melalui handphone pada Kamis (2/3/23) terkait proses hukum terhadap Ketua Araksi NTT, AB yang menimbulkan banyak kejanggalan dan terkesan ditutup-tutupi.

Kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kajari TTU, Robert Lambila yang mendapat predikat sebagai Kajari Terbaik Se-Indonesia yang begitu cepat melimpahkan berkas Ketua Araksi ke PN Tipikor Kupang untuk segera disidangkan. Namun berdasarkan informasi yang kami peroleh, dapat diduga adanya rekayasa dalam OTT terhadap Ketua Araksi NTT, AB. Oleh karena itu, kami minta Kajari TTU untuk memberikan klarifikasi tentang OTT tersebut,” ujar pegiat Anti Korupsi yang akrab disapa Roy Watu.

Menurut Roy, banyak hal yang mesti diklarifikasi oleh Kajari TTT. “Siapa yang memberi AB uang Rp 10 juta? Apa kaitan OTT tersebut dengan kasus Embung Nifuboke atau Jalan Nona Manis? Mengapa pemberi uang tidak diperiksa? Bagaimana kronologis OTT tersebut? Tolong Pak Kajari Terbaik Se-Indonesia memberikan penjelasan secara transparan. Karena ada dugaan bahwa OTT tersebut hanya ‘modus’ untuk menangkap Ketua Araksi yang pernah ‘mempermalukan’ kejaksaan yang tak mampu menangani Kasus Bawang Merah Malaka yang saat ini telah diambil alih KPK RI,” bebernya.

Menurut Roy, seharusnya Kajari TTU, Robert Lambila dan Timnya harus transparan dan adil dalam proses hukum terhadap Ketua Araksi.

Baca Juga :  Jalan Kaki Ke KPU Diiringi Ratusan Kader Demokrat, AHY: Kami Siap Ikut Pemilu, Perjuangkan Perubahan & Perbaikan

Embungnya tidak berfungsi, tidak menangkap dan menampung air hujan. Sedikit air yang ada di embung tersebut berasal dari Kali Oeluan yang dialirkan dengan selang berukuran 1 dim. Dengan kondisi ini, kerugian negaranya jelas. Itu total lost. Jadi seluruh total anggaran Embung Nifuboke senilai Rp 880 juta merupakan kerugian negara,” bebernya.

Tapi anehnya, lanjut Roy, dugaan kasus korupsi Embung Nifuboke tidak diproses hukum.

Kontraktor, PPK, dan Kadisnya tidak diproses hukum. Malah Kejari TTU memproses hukum AB dengan dugaan laporan palsu sesuai Pasal 23 UU Tipikor. Prosesnya sangat cepat hingga telah dilimpahkan ke PN Tipikor Kupang. Ini sangat aneh! Ada ‘permainan’ apa dibalik proses hukum terhadap AB? Pak Kajari tolong jelaskan supaya tidak menimbulkan opini liar di publik,” tandasnya.

Dijelaskan, laporan kasus dugaan korupsi Embung Nifuboke dan Jl. Nona Manis oleh Araksi merupakan laporan informasi.

Benar atau tidaknya laporan dugaan korupsi, itu menjadi kewenangan APH. Kalau tidak benar, yah dihentikan/dipetieskan/di SP3 kasusnya. Kalau AB berkoar-koar di media tapi tidak ada korupsinya, itu kasus fitnah. Itu Tipidum dan delik aduan Pak Kajari. Masa Pak Kajari proses laporan dugaan pemerasan dan fitnah yang menjadi ranah kepolisian? Ini aneh!’ tegasnya.

Roy mengingatkan Kejari TTU bahwa penggunaan pasal 23 UU Tipikor untuk menjerat AB adalah sangat tidak tepat.

“Pasal ini berada dalam Bab III yang mengatur tentang Tindak Pidana Lain yang Terkait Perkara Korupsi. Pasal 23 ini berbunyi, “Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 442, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 Juta (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300 Juta (Tiga ratus juta rupiah).” Kutipnya.

Baca Juga :  Diduga Harga Geo-Membran Embung Loko Jange Sengaja Di Mark Up Hingga Rp 44 M

Pertanyaannya, lanjut Roy, AB memberikan laporan/keterangan palsu di bawah sumpah (dalam sidang pengadilan, red) dalam Perkara korupsi yang mana sehingga AB bisa diproses dengan pasal 23 UU Tipikor dengan ancaman 6 tahun ?

Proses hukum terhadap saksi palsu pun harus dengan penetapan pengadilan tentang keterangan/laporan palsu. Berdasarkan penetapan hakim tersebut baru jaksa bisa memproses saksi yang memberikan laporan palsu,” paparnya.

Menurut Roy, Kajari TTU harus menjelaskan tentang kapan? Dimana? Dan dalam Perkara korupsi yang mana AB memberikan laporan/keterangan palsu di bawah sumpah (dalam sidang Pengadilan, red)? “Dari Pengadilan mana? Dan nomor berapa penetapan pengadilan tentang laporan palsu AB?” tegasnya.

Tidak hanya itu, kata Roy, namanya kasus korupsi harus ada kerugian negaranya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *