Ende, Redaksi76.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama perwakilan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Ende.
Agenda tersebut berlangsung di ruang rapat gabungan Komisi DPRD Ende pada Senin, 3 November 2025.
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Ende, Anselmus Kaise, dan dihadiri oleh sejumlah anggota Komisi I.
Fokus pembahasan RDP kali ini adalah menindaklanjuti surat edaran Bupati Ende terkait kebijakan penyesuaian transfer Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp6.114.973 per desa untuk Tahun Anggaran 2025.
Kebijakan tersebut diambil dalam rangka menjaga stabilitas dan kekuatan fiskal daerah, khususnya pada saat penyaluran ADD tahap kedua.
Kebijakan tersebut menuai beragam tanggapan dari para legislator. Salah satu pandangan kritis disampaikan oleh Anggota Komisi I DPRD Ende dari Fraksi PKB, Nikolaus Bhuka, S.H.
Dalam kesempatan tersebut, Nikolaus menilai bahwa langkah pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaian ADD terlalu tergesa-gesa dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan di tingkat desa.
“Desa merupakan urat nadi pembangunan. Kebijakan penyesuaian ADD bukanlah langkah yang tepat saat ini. Keputusan yang diambil secara terburu-buru berpotensi menimbulkan pelampauan batas kewenangan, penyalahgunaan kekuasaan, bahkan kesewenang-wenangan,” tegas Niko.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa upaya menjaga keseimbangan fiskal daerah seharusnya dapat ditempuh melalui efisiensi belanja pemerintah, bukan dengan mengurangi alokasi dana untuk desa.
“Pemerintah sebaiknya memangkas biaya perjalanan dinas yang tidak urgen, mengurangi kegiatan seremonial, serta menekan belanja daerah yang kurang prioritas seperti pengadaan sounsistem daerah dan renovasi Stadion Marilonga. Langkah-langkah tersebut lebih sesuai dengan prinsip efisiensi dan kondisi fiskal saat ini,” ujarnya.
Niko menekankan bahwa desa memiliki peran vital dalam mendorong pembangunan daerah dan menjadi barometer kemajuan nasional. Oleh karena itu, kebijakan yang berpotensi melemahkan kapasitas desa perlu ditinjau kembali secara matang.
Ia juga berharap agar Bupati Ende mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut dengan memperhatikan aspirasi PPDI dan perangkat desa di seluruh wilayah Kabupaten Ende.
“Pengurangan ADD bukan satu-satunya pilihan untuk menjaga keseimbangan fiskal daerah. Pemerintah harus mencari alternatif lain tanpa menjadikan desa sebagai korban kebijakan,” tutupnya.
RDP tersebut menjadi ruang penting bagi DPRD dan PPDI untuk menyamakan persepsi serta mencari solusi konstruktif dalam menjaga keseimbangan fiskal daerah tanpa mengorbankan pembangunan di tingkat desa.
Sementara itu, Bupati Ende, Yoseph Benediktus Badeoda yang dikonfirmasi tim media melalui sambungan gawenya menjelaskan hal tersebut bukan kebijakan tetapi penegakan aturan.
“Tidak ada pemotongan ataupun pengurangan. Yang ada adalah koreksi penghitungan ADD sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak koreksi maka Pemerintah akan kelebihan bayar yang berpotensi merugikan keuangan negara”,tutupnya
Lebih lanjut, Bupati Tote berharap agar pemerintah Desa dapat mendiskusikan persoalan ini dengan pemkab melalui dinas teknis terkait.
“Kita minta Pemdes datang diskusi dengan pihak Dinas terkait sehingga tidak terjadi salah persepsi”pintanya
Penulis: Arnold Dewa
CATATAN REDAKSI :Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan /atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami,sebagaimana diatur dalam pasal (1) ayat (11) dan (12) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirim melalui email : berita76gmail.com atau ke no kontak : +62 813 3982 5669 / +62 812 3646 2309.












